PART III: INTERPRETASI MODEL VECTOR AUTO REGRESSION (VAR), IMPULSE RESPONSE FUNCTION (IRF) DAN VARIANCE DECOMPOSITION (VD)
Pagi
sobat semua.. Apa kabarnya? Moga baik, sukses dan semangat selalu yaa hehehe...
Wah rasanya sudah lama nih belum posting.. Maaf yaaa sooob hehehe.. Dua minggu
terakhir, kerjaan saya cukup banyak dan sangat melelahkan.. Yap, syukurlah hari
ini saya akan menulis kembali dan membagikan secuil pengetahuan saya..
Oke deh
sooob, setelah sebelumnya kita membahas seputar analisis Vector Auto Regression yang sudah dirilis sampai Part II, maka
sesuai janji saya kemarin, kali ini akan saya hadirkan postingan terakhir part
III Seperti yang kita tahu, penelitian kita menggunakan pendekatan analisis VAR
dalam menjelaskan hubungan antara tingkat suku bunga dan inflasi terhadap
volatilitas nilai tukar di Indonesia.
Yaaap
pertama saya akan hadirkan dulu model VAR yang akan daijukan dalam postingan
sebelumnya di Part II.. Nah, sobat bisa coba cek disini yaa hehehe..
MODEL
YANG DIAJUKAN (DENGAN VARIABEL YANG SIGNIFIKAN)
dINF =
2.26888dKURS(-3) – 2.60041dINF(-5)
– 2.20406dINF(-6)
dKURS= -2.64767 + 2.43173dKURS(-3) – 2.71987dINF(-4)
– 2.33354dINF(-5) – 2.39936dINF(-6)
dRATE =
2.88239dKURS(-3) + 2.09427dINF(-2)
+ 4.25194dRATE(-1)
Nah,
model di atas adalah model VAR yang kita ajukan. Oleh karena dari hasil uji
stasioneritas/uji unit root, kita mendapatkan bahwa ada sebuah variabel yang
stasioner pada level sedangkan dua variabel lainnya stasioner pada differens
pertama maka kita akan mengajukan model analisis VAR dalam differens (VAR in difference).
INTEPRETASI
MODEL
Seperti yang saya
sudah pernah singgung pada pembahasan sebelumnya, bahwa VAR ini hanya sebuah
pendekatan dan tidak diperlengkapi dengan analisis hubungan jangka panjang
(kointegrasi), maka model VAR kurang tepat jika dipergunakan sebagai model
pengkonfirmasi (confirmatory model)
untuk membuat kebijakan-kebijakan di masa mendatang. Interpretasi model VAR
bukan menjadi fokus utama dalam penggunaan pendekatan model VAR untuk sebuah
penelitian yang sifatnya hanya ingin melihat hubungan (bukan pengaruh). Lantas,
yang nanti menjadi fokus utama dalam VAR adalah analisis hasil dari Impulse Response Function dan Variance Decompositionnya.
Tapi, untuk
sekedar interpretasi model VAR yang kita ajukan, okee deh saya akan berikan
bagaimana cara mengintepretasikannya.
dINF = 2,26888dKURS(-3) – 2,60041dINF(-5) – 2,20406dINF(-6)
Apabila perubahan kurs
tiga bulan lalu meningkat
sebesar satu rupiah per dolar AS, akan
menyebabkan perubahan inflasi bulan ini meningkat sebesar 2,26888 persen
Apabila perubahan inflasi lima bulan lalu meningkat sebesar satu persen, akan
menyebabkan perubahan inflasi bulan ini menurun sebesar 2,60041 persen
Apabila perubahan inflasi lima bulan lalu meningkat sebesar satu persen, akan menyebabkan perubahan
inflasi bulan ini menurun sebesar 2,20406 persen
dKURS=-2,64767+2.43173dEXC(-3)–2,71987dINF(-4)–2,33354dINF(-5)– 2,39936dINF(-6)
Apabila perubahan kurs
tiga bulan lalu meningkat
sebesar satu rupiah per dolar AS, akan
menyebabkan perubahan kurs
bulan ini meningkat sebesar 2,64767 rupiah per dolar AS
Apabila perubahan inflasi empat bulan lalu meningkat sebesar satu persen, akan menyebabkan perubahan kurs bulan ini menurun sebesar 2,71987 rupiah per dolar AS
Apabila perubahan inflasi empat bulan lalu meningkat sebesar satu persen, akan menyebabkan perubahan kurs bulan ini menurun sebesar 2,71987 rupiah per dolar AS
Apabila perubahan inflasi lima bulan lalu meningkat sebesar satu persen, akan menyebabkan perubahan
kurs bulan ini menurun sebesar 2,33354 rupiah per dolar AS
Apabila perubahan inflasi enam bulan lalu meningkat sebesar satu persen, akan menyebabkan perubahan
kurs bulan ini menurun sebesar 2,39936 rupiah per dolar AS
dRATE
= 2,88239dKURS(-3) + 2,09427dINF(-2) + 4,25194dRATE(-1)
Apabila perubahan kurs tiga bulan lalu meningkat sebesar satu rupiah per dolar AS, akan menyebabkan perubahan
suku bunga bulan ini meningkat sebesar 2,88239 persen
Apabila perubahan inflasi dua bulan lalu meningkat sebesar satu persen, akan menyebabkan perubahan
suku bunga bulan ini meningkat sebesar 2,09427 persen
Apabila perubahan suku bunga satu bulan lalu meningkat sebesar satu persen, akan menyebabkan perubahan
suku bunga bulan ini meningkat sebesar 4,25194 persen
IMPULS RESPONSE FUNCTION (IRF)
Model VAR
memang cukup sulit untuk diinterpretasikan dan cukup rumit untuk penalaran
sehingga kita akan lebih mudah melakukan analisis dengan melihat output IRF
model VAR yang diajukan. IRF ini kita perlukan untuk mengetahui bagaimana
pengaruh shock dalam perekonomian. IRF menggambarkan bagaimana laju dari shock
suatu variabel terhadap variabel-variabel yang lain sehingga melalui IRF ini,
bisa diketahui lamanya pengaruh dari terjadinya suatu shock/goncangan suatu
variabel terhadap variabel-variabel yang lain.
Lebih hebatnya, kita akan tahu
sampai kapan pengaruh shock itu akan hilang sehingga titik
keseimbangan/ekuilibrium ekonomi pulih kembali seperti sebelum terjadi
goncangan ekonomi seperti krisis moneter atau melonjaknya angka inflasi.
Caranya, buka
output model VAR yang diajukan (dengan enam lag), selanjutnya klik View,
Impulse Response. Berikut gambarannya:
Selanjutnya pada
bagian Display Format untuk tampilan output pilih Multiple Graphs dan pilih
Analytic (asymptotic) pada bagian Response Standard Error. Pada impuls dan
respons masukkan semua variabel endogen yang dipakai dalam penelitian (inflasi,
kurs dan tingkat suku bunga). Berhubung karena data kita berperiode bulanan,
maka kita masukkan periode yang lumayan panjang untuk mengetahui kapan tercapai
kondisi ekuilibriumnya dan sampai berapa lama atau sampai kapan pengaruh shock
masih terasa. Naah, berikut ilustrasinya:
Nah, setelah langkah di atas dilakukan, maka sobat akan
mendapatkan output IRF sebagai berikut:
Berikut saya berikan dua contoh menganalisis IRF.
Pertama, yaitu bagaimana respon variabel kurs jika atau saat terjadi
shock/goncangan pada variabel inflasi.
Pada awal periode
yaitu bulan pertama sampai bulan ke 15, respon kurs masih sangat fluktuatif
yaitu merespon positif dan negatif (naik-turun) sejak terjadinya shock atau
goncangan terhadap variabel inflasi, seperti misalnya harga-harga barang secara
umum meroket/melejit secara signifikan.
Selanjutnya mulai bulan-bulan ke 16 sampai bulan ke 35 fluktuasi mulai
mengecil artinya kurs tidak lagi sangat bergejolak seperti periode sebelumnya.
Nah, mulai dari periode 35 dan seterusnya, kurs kembali mencapai keseimbangan
atau ekuilibrium sama seperti sebelum terjadinya shock inflasi. Jadi, kurang
lebih kita katakan bahwa saat terjadi shock pada inflasi, maka butuh waktu
sekitar 3 tahun untuk kurs bisa kembali mencapai titik keseimbangan/titik
ekuilibriumnya.
Pada awal
periode/bulan, inflasi memberikan respon yang sangat fluktuatif (mulai dari
respon negatif lalu positif dan kembali negatif) sampai periode ke 10 semenjak
terjadinya shock pada variabel tingkat suku bunga. Jadi, dampak shock tingkat
suku bunga terhadap inflasi sangat terasa sampai kurang lebih satu tahun
lamanya. Selanjutnya, setelah setahun berlalu sampai kepada periode/bulan ke
28, dampak shock mulai berkurang yang ditunjukkan dengan grafik (warna biru)
yang tidak lagi terlalu fluktuatif. Nah, ekuilibrium inflasi (pengembalian
titik keseimbangan inflasi sebelum adanya shock suku bunga) bisa dicapai mulai
periode ke 29 (sekitar 2,5 tahun lamanya).
Oke deh sooob,
untuk yang lainnya silahkan sobat analisis sendiri yaa hahaha.. Pasti
bisaaa..
Sekarang kita
masuk ke bagian Variance Decomposition.
Langkahnya klik View lalu pilih Variance
Decomposition selanjutnya pada bagian Display Format pilih Multiple Graphs
dan pada bagian Standard Errors pilih None. Berikut ilustrasinya soooob
hehehe...
Output
Berikut adalah output dari
nilai Variance Decomposition DINF:
Berikut adalah output dari nilai Variance Decomposition
DKURS:
Berikut adalah output dari nilai Variance Decomposition
DRATE:
Nah, Variance
Decomposition (VD) ini akan memberikan keterangan tentang besarnya dan
sampai berapa lama proporsi shock sebuah variabel terhadap variabel itu sendiri
dan selanjutnya melihat besaran proporsi shock variabel lain terhadap variabel
tersebut.
Saya berikan contoh paparan output pertama
yaitu Variance Decomposition of
DINF.. Nah, pada periode pertama, inflasi sangat dipengaruhi oleh shock inflasi
(100%) sementara pasa periode itu shock kurs dan suku bunga masih belum
memberikan pengaruh. Seterusnya, mulai dari periode 1 hingga periode ke 10, proporsi
shock inflasi terhadap inflasi itu sendiri masih besar yaitu dengan kontribusi 70,39%.
Akan tetapi, shock inflasi memberikan proporsi pengaruh yang sedikit demi
sedikit menurun terhadap inflasi itu sendiri. Selanjutnya, adanya shock kurs
dan shock rate memiliki kontribusi yang kian meningkat sepanjang periode. Mulai
dari periode ke 30, shock kurs bahkan sudah berkontribusi lebih dari 20%
terhadap inflasi sedangkan shock suku bunga berkontribusi sekitar 11% terhadap
inflasi. Pada periode ke 40, shock kurs dan suku bunga masing-masing
berkontribusi 20,04% dan 11,77%. Ternyata besarnya shock kurs memberikan
pengaruh yang lebih besar terhadap inflasi daripada shock tingkat suku bunga.
Naaaah, untuk kedua Variance Decomposition
lainnya,, monggoooo silahkan sobat buat analisisnya sendiri yaaa hehehe.. Be
creative, okay? Hahaha.. Okeee deh, sampai disini dulu yang bisa saya jelaskan
tentang pendekatan analisis VAR untuk penelitian terkait suku bunga, inflasi
dan kurs.
Jika ada kesalahan dalam penyampaian dan penulisan, saya hanya bisa
meminta maaf dan berusaha lebih baik lagi soooob hehehehe.. Yaap, semoga
postingan ini bermanfaat buat kita semua.. Salam damai, salam sukses dan salam
hangat terdahsyat :-)
sangat bermanfaat :D:D:D:D:D:D
BalasHapusterima kasih mas :D:D:D:D
kembali kasih mas/mbak..
BalasHapussemoga sukses sll.. :D
mas, kok analisis pendekatan var Part II tidak ada ?minta tolong diposting ya mas saya butuh bgt :)
BalasHapus@anonim: ada kok mas/mbak. Lihat isi paragraf 3, kan ada link "disini" buat diklik, ya tinggal diklik aja mas/mbak, nanti akan masuk ke Part II nya hehe :)
BalasHapusmas untuk mencari impulse response function dan variance decomposition yang diolah data differencenya ya? bagaimana cara membuat file baru yang berisi data hasil difference?
BalasHapus1. Mas mau nanya, mengapa pada saat uji Stabilitas VAR hasilnya tidak stabil, bagaimana mengatasinya agar jadi stabil?.
BalasHapus2. Apa pengaruhnya hasil uji Stabilitas yang tidak stabil terhadap Impuls Respons dan Variance Decompositions. Pada uji unit root LEVEL dua variabel telah stasioner sehingga saya gunakan metode VAR.
3. Apakah perlu dilakukan uji VAR stability?, sy sudah coba sampai lag 6 tetap tidak stabil dan masih ada yg diatas 1
Terima kasih
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusUji stabilitas dalam analisis VAR perlu dilakukan untuk kepentingan validitas impulse response dan variance decompositionnya.Sebenarnya esensi dalam analisis VAR ditekankan pada terpenuhinya hasil uji Granger Causality, lalu kondisi hasil uji stasioneritasnya, karena VAR mensyaratkan minimal ada sebuah variabel yang stasioner pada level (VAR in level) tetapi bisa juga menjadi VAR in difference jika stasioner pada differens 1 atau 2.
BalasHapusMungkin cara yang bisa ditempuh untuk memenuhi uji stabilitas VAR adalah dengan memperpanjang jumlah series sehingga perilaku data dapat semakin bisa diketahui.
Jika uji stabilitas VAR tidak terpenuhi, mungkin bisa kamu coba sandingkan dengan alternatifnya yaitu uji stabilitas pada analisis Vector Error Correction Model (VECM) dengan syarat terpenuhinya uji kointegrasi Johansen. Demikian. Kembali kasih
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusTulisan yang sangat bermanfaat. Bahasanya juga mudah dipahami sehingga asik mengikutinya dari part 1 sampai part 3. Saya ingin bertanya, sejak part 1 data yang diolah adalah data pada LEVEL (data asli) sedangkan pada bahasan uji IRF diatas datanya jadi data different? Memang begitu ya mas?
BalasHapusPada part 1, disebutkan inflasi stasioner pada level itu juga disamaratakan jadi different satu? Bagaimana kalau data yang digunakan stasioner pada tingkatan yang bermacam-macam? ada yang stasioner pada level, different satu dan ada yang different dua mas? Apakah disamaratakan jadi different 2? Mohon pencerahannya. Terimakasih sebelumnya.
Cara membuat file baru yang berisi data hasil difference:
BalasHapusklik Genr di jendela Workfile eviews, lalu ketikkkan: DRATE=RATE(-1), Ok. Maka akan muncul variabel baru bernama DRATE yg merupakan variabel diferens dari variabel RATE.
*DRATE adalah nama variabel diferens untuk RATE. Sebenarnya terserah aja mau kasih nama apa. Kasih nama DIF_RATE juga boleh.. cmiiw:)
Mas admin mau bertanya, untuk model yang diajukan, nilai koefisien yang digunakan adalah nilai koefisien pada hasil data stelah panjang lag atau nilai t statistiknya,, karena sya lihat misalnya pada
BalasHapusdRATE = 2,88239dKURS(-3) + 2,09427dINF(-2) + 4,25194dRATE(-1)
2,88239 itu nilai t statistik bukan koefisiennya..mohon penjelasannya
mas saya mau nanya.. dmn ya bisa liat sumber bacaan yang menguatkan kalo uji kointegrasi tdak perlu dlakukan utk VAR
BalasHapusjika salah satu variabel sdah stationrr d level. ini utk skripsi saya. mhon bantuan ny trimakasih
saya menggunakan 2 variabel yaitu inflasi dan upah minimum.
BalasHapusjika pada model var yang didapat hanya satu variabel yang signifikan? apakah model var yang di dapat hanya satu model?
terima kasih
mas saya mau tanya, ini saya mau mengukur efektivitas kebijakan fiskal moneter pake model var/vecm, tetapi saya bingung penetapan parameter ukuran efektivitsanya
BalasHapuspertanyaan saya apakah model yang saya gunakan sudah sesuai dengan judul?
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusMas... Pembahasan ttg uji VECM ada ga mas?
BalasHapusMas... Pembahasan ttg uji VECM ada ga mas?
BalasHapushalo, mau tanya, untuk pengujian IRF dan VD itu pakai nilai turunan, "d" ya? seperti dinflasi, dbirate ?
BalasHapussaya mau tanya mas pas mau membentuk model var yg diajukan kok gak bisa ya di eviews saya?
BalasHapus